Cikarang Listrindo dan GE Menandatangani Perjanjian Kerjasama
Berita Umum|Mei 26, 2016
Pada tanggal 26 Oktober 2015, kami menandatangani Nota Kesepahaman (“MoU”) dengan GE Capital untuk pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar gas dengan sistem combined cycle dan rencana kapasitas sebesar 1.100 hingga 1.400 MW di Indonesia, yang menggunakan model turbin gas General Electric Frame 9HA. Pembangkit listrik ini rencananya akan dibangun di atas tanah milik Perseroan yang terletak di kawasan industri MM-2100. MoU tersebut menetapkan kerangka kerja yang dimaksudkan untuk pengembangan fasilitas pembangkit listrik berbahan bakar gas baru untuk kepentingan kedua belah pihak. Transaksi ini akan bergantung pada perjanjian definitif yang menguraikan syarat dan ketentuan kerja sama, termasuk perolehan perjanjian pembelian listrik antara Perseroan dan PLN untuk tambahan pasokan listrik minimal sebesar 1.100 MW.
Berita Terkait
Cikarang Listrindo (POWR) Raup Laba Bersih Rp1,2 Triliun pada 2023
Berita Umum | 03 Mar 2024
Emiten penyedia listrik swasta, PT Cikarang Listrindo Tbk. (POWR) membukukan laba bersih sebesar US$76,97 juta sepanjang 2023 atau setara Rp1,2 triliun, dengan asumsi kurs berada di level Rp15.701,95.
SelanjutnyaCikarang Listrindo Memperingati Hari Sampah Nasional 2024 Melalui Berbagai Program
Berita Umum | 29 Feb 2024
Pada hari Kamis 29 Februari 2024, bertempat di Gedung Serbaguna Desa Muara Bakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, PT Cikarang Listrindo Tbk menggelar kegiatan Kick Off untuk memulai program Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu (SIPANDU) di Desa Muara Bakti, dimana PLTU Babelan milik Perseroan berada. Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu rangkaian kegiatan Perseroan dalam peringatan Hari Peduli Sampah Nasional tahun 2024.
SelanjutnyaAtasi Krisis Air Bersih, Solar Chapter Bangun Pompa Air Tenaga Surya di Naisau NTT
Berita Umum | 16 Feb 2024
asalah krisis air bersih masih menjadi momok yang dihadapi oleh Indonesia hingga saat ini. Di Desa Naisau, Kecamatan Sasitamean, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur misalnya, selama puluhan tahun, masyarakat harus berjalan kaki melintasi bukit terjal membawa jerigen sejauh 2 km setiap harinya hanya untuk mencapai sumber air bersih.
Selanjutnya